15 Desember 2010

Legenda Kie Lin

Dalam legenda Cina dikenal ada binatang yang menjadi tunggangan para dewa. Binatang yang mendapat kepercayaan untuk mengantar para dewa ke mana pun mereka pergi itu bernama Kie Lin. Kie Lin ini merupakan binatang yang mewakili 18 binatang yang ada di dunia.

Selain patung batu Kie Lin, yang bisa ditemui di depan pintu masuk sebuah klenteng atau beberapa tempat lainnya, patung Kie Lin juga bisa didapati di dalam klenteng. “Seperti yang diduduki Ji Lay Nan U Fuk atau Buddha-nya orang Cina. Jadi bukan Buddha India yang biasa disebut She Cia Moni Fuk,” jelas Krisna Warih, ahli feng shui dan ngoheng peji.



Karena merupakan tunggangan dewa maka Kie Lin ini juga memiliki daya magis. Pertunjukan Kie Lin ini juga sangat langka. Di wilayah Jabotabek (Jakarta-Bogor-Tangerang dan Bekasi) saja, bisa dibilang Kie Lin ini hanya ada di Bogor seperti yang dimiliki Perguruan Gerak Badan (PGB) Bangau Putih Bogor.

“Itu pun karena Kie Lin ini dipilih ayah (Guru Besar PGB Bangau Putih Bogor, Subur Rahardja) sebagai lambang perguruan kami. Kalau tidak, mungkin Kie Lin ini tidak ada sama sekali di daerah Jabotabek,” tutur Gunawan Rahardja yang kini menggantikan kedudukan ayahnya.

Daya magis Kie Lin ini bisa terlihat bila sudah diniatkan untuk ditampilkan kepada umum. “Biasanya akan turun hujan, entah hujan deras atau gerimis, pasti akan terjadi,” ucap Virja Surja Tonowidjaja, pelatih utama Tunas Jaya Wushu yang terletak di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

Hal itu memang terjadi ketika PGB Bangau Putih Bogor, Sabtu (25/1), akan mengganti Kie Lin lama, lambang perguruan mereka, dengan Kie Lin yang baru. Hujan deras turun sebelum Kie Lin lama dan Kie Lin baru PGB Bangau Putih Bogor di bawa Ho Tek Bio (klenteng kecil) yang terletak di dekat Kebun Raya Bogor.

Sebagai binatang dewa, Kie Lin sendiri bentuknya sepintas mirip singa. Tetapi, bila dilihat secara agak mendetail maka terlihat kalau sebagian tubuh Kie Lin ini mewakili ke-18 binatang yang ada di bumi.

Seperti badannya yang merupakan badan kuda tetapi memiliki sisik ular dan sisik ikan. Buntutnya pun dari kura-kura. Keempat kakinya juga berbeda semuanya. Ada yang berupa kaki burung hong (rajawali), kaki macan, kaki kerbau, dan kaki menjangan.

Kedua matanya yakni mata kepiting, dengan telinga mewakili telinga kelinci serta bertaring macan. Sedangkan jenggot dan mulutnya merupakan mulut singa serta pipinya pipi naga. Kie Lin ini juga memiliki tanduk bercabang dua yang merupakan tanduk rusa.



“Warna Kie Lin biasa diambil dari salah satu warna lima unsur yang ada di bumi,” kata Gunawan. “Bisa hijau yang merupakan unsur langit atau organ paru-paru dalam tubuh manusia. Bisa juga warna biru (air/tenggorokan), merah (bumi/dubur), kuning (alam/jantung) dan oranye (gunung/perut). Kebetulan yang dipilih perguruan kami itu warna hijau,” jelas anak keempat almarhum Subur Rahardja.

Berat Kie Lin ini biasa antara tujuh sampai delapan kilogram dengan panjang badannya sekitar 156 sentimeter. Tetapi, dengan kemajuan teknologi Kie Lin pun kini semakin ringan. “Sekarang beratnya antara tiga sampai lima kilogram saja,” kata Surja.

Sekali pun beratnya berkurang, tetap saja mereka yang ingin memainkan Kie Lin harus menguasai ilmu silat. “Sebenarnya bisa saja dimainkan oleh orang awam. Tetapi, karena beratnya tentu yang memainkannya pun harus kuat dan gesit. Sehingga, bisa tahan lama mainnya serta indah gerakannya,” ucap Surja yang juga pelatih Pelatnas Wushu.

“Tetapi, kalau di tempat kami, sudah dipilih suhu masing-masing pasangannya. Setiap pasang akan memainkan Kie Lin dengan jurus yang berbeda. Ada yang membawakan dengan jurus empat penjuru atau jurus bulan purnama,” kata Peter, pemuda Kelurahan Lebak Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, yang sudah berguru di PGB Bangau Putih Bogor sejak empat tahun lalu.

Cuma, memang berbeda, tambah Peter. “Kalau latihan itu bisanya kami cuma tahan lima menit saja. Tetapi, kalau sedang pertunjukan seperti ini bisa bertahan sepuluh sampai dua puluh menit tanpa terasa lelah. Entah itu karena kami ditonton atau karena memang sudah mendapat hu (jimat) setelah didoakan di klenteng.”

Memang, sebelum melakukan pertunjukan, Kie Lin lebih dulu harus disembahyangkan di klenteng. Baru setelah itu, sang Biku akan menempelkan hu di kepala Kie Lin.

2 komentar: